Friday, September 01, 2006

Empati Anak Langit Untuk Mahasiswa Poltek GT

PELAJARAN BERHARGA UNTUK PARA KADER DA’WAH
Jum'at, 1 September 2006

“ASSALAMU’ALAIKUM-MERDEKA?!
APA YANG BISA KAMI BANTU? WASS.
;ANAK LANGIT; KOMUNITAS MUSIK SERDADOE; INSTITUT KOLONG JEMBATAN
@SUPPORT YOUR MOVEMENT.”

Demikian isi pesan singkat (SMS) yang diterima Rona, Ketua Dewan Mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal yang juga vokalis Tim Nasyid Shoutus Shilmi, 31 Agustus lalu. Jika dilihat isinya, mungkin terasa sangat sederhana, tapi maknanya sungguh LUAR BIASA.

SMS tersebut dilatar belakangi selebaran yang disebar oleh mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal terkait musibah yang menimpa mereka sejak 3 bulan yang lalu, arogansi institusi kampus dan perusahaan Gajah Tunggal yang men-DO massal 140 mahasiswanya secara semena-mena. Selebaran berisi permohonan bantuan masyarakat Kota Tangerang untuk berpartisipasi mengirimkan SMS ke Nomor Pengaduan untuk Presiden SBY, 9949, disebar sejak Selasa 29 Agustus 2006.

Kader di Kota Tangerang tentu tidak asing dengan Komunitas Anak Langit, kita mengenal mereka seperti kita mengenal sahabat dekat. Bahkan kemunculannya pada event-event besar yang diselenggarakan oleh DPD PKS Kota Tangerang selalu mengingatkan kita untuk terus peduli pada sesama. Benar, kita begitu mengenal mereka dan memahami siapa mereka.

Mereka bukan pengurus DPD PKS, DPC PKS, atau pun DPRa. Mereka juga bukan Anggota Dewan yang terhormat, mereka bukan ustadz, mereka juga bukan kalangan professional. Mereka bukan kader mahasiswa, atau pelajar sekalipun. Bahkan mungkin, sebagian besar mereka bukanlah kader-kader yang setiap sepekan sekali mendapatkan ‘suntikan’ ruhiyah dalam pertemuan-pertemuan TRP.

Memang, mereka hanya sekumpulan Anak Jalanan yang tinggal dibilangan belakang pasar Cikokol, dibawah atap yang begitu memprihatinkan. Mereka kepanasan oleh terik matahari siang, menggigil oleh dinginnya malam. Jika hujan turun wajah-wajah tegar dan pekerja keras mereka pun terguyur rintikan air hujan. Yang menjelang tidurnya, mungkin hanya mampu merajut mimpi dan cita-cita. Impian yang tinggal impian, dan cita-cita yang begitu berat untuk meraihnya.

Mereka anak jalanan yang untuk makan sehari-hari saja susah. Harus me-ngamen dari pagi hingga sore, bahkan tidak jarang malam hari mereka baru sampai dirumah. Dan mereka harus rela belajar ‘baca tulis’ disatu ruangan yang juga jadi tempat hidup mereka karena tidak mampu bayar untuk sekolah.

Tentang SMS itu, bisa jadi pulsa yang mereka miliki tidaklah seberapa. Dan HP yang mereka pakai untuk menyampaikan empatinya kepada mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal pun bukan lah HP ‘mewah’ seperti yang dimiliki sebagian besar kader da’wah. Milik mereka cuma HP yang untuk menulis SMS saja cukup sulit mengganti huruf kapital dengan huruf biasa.

Tapi justru dari mereka, satu-satunya pesan empati yang datang ke mahasiswa Poltek GT di antara ribuan HP dengan pulsa melimpah yang dimiliki para kader da’wah di Kota Tangerang. Bahkan mereka tidak peduli, siapa yang ingin mereka bantu. Mereka Cuma kumpulan anak-anak kecil usia SD-SMP, akan tetapi hati mereka terlalu peka untuk sekedar dihalangi label ‘mahasiswa’. Pun mungkin dalam benak mereka juga tak pernah terlintas sama sekali untuk bisa menjadi seorang mahasiswa. Kader mungkin bisa berkilah, kalau mereka juga sudah turut mengirim SMS ke 9949. Tapi apakah kita tidak berfikir Komunitas Anak Langit juga telah melakukan hal yang sama?

Seandainya kita boleh berkata jujur, “Apa sih yang bisa dilakukan Anak Langit untuk membantu rekan-rekan mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal?” Maka jawabannya adalah “Tidak ada yang bisa dilakukan Anak Langit, kecuali do’a”. Karena mereka tidak punya apa-apa, mereka bukan Birokrat, professional dalam bidang hukum, mereka bukan aleg, mereka bukan pengurus PKS yang punya akses luas, mereka bukan orang yang punya kelebihan harta, mereka 'bukan' kader da’wah ini, dan mereka juga bukan bagian dari keluarga mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal. Justru sebaliknya, mereka lah yang seharusnya banyak kita bantu.

Tetapi, sesaat setelah mereka menerima selebaran itu segera yang mereka lakukan adalah menghubungi rekan-rekan mahasiswa Poltek GT dengan menawarkan apa saja yang bisa mereka lakukan untuk membantu, “APA YANG BISA KAMI BANTU?” Sepertinya ini ungkapan pertama (dan paling mengharukan) yang datang ke kader mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal sejak perjalanan aksinya 3 bulan yang lalu melawan tirani dan arogansi Gajah Tunggal Group.

Kondisi sebaliknya malah penulis dapatkan ketika berinteraksi dengan kalangan kader, baik dari level aleg, pengurus struktural DPD, sampai kader di tataran umum, termasuk kalangan kader kampus yang mestinya lebih peka dan cepat tanggap. Ini mungkin tidak bisa digeneralisasi, tetapi realitas dilapangan belum ada bukti yang mampu membantah simpulan penulis. Respon yang paling sering ditemukan hanya sekedar pertanyaan basa-basi, “Gimana perkembangan temen-temen Poltek?”, “Kok bias begitu ya?”, “Kasian ya..”. Tidak lebih dari itu. Tidak ada satu pun dari kalangan kader yang pasang badan dengan mengatakan “Apa yang bias Ana bantu?”

Jangankan untuk menyokong dalam bentuk tenaga dan materi, untuk ikut serta memikirkan jalan keluar saja saling melempar tanggung jawab dengan alasan bukan bidangnya, bukan ahlinya, bukan tanggung jawabnya, atau sekedar dengan alasan sibuk. Sedih memang mendengarnya, tapi itulah kenyataannya. Apakah memang sebagian kader Partai Da’wah yang Bersih dan PEDULI ini sudah miskin ke-PEDULI-an??

Padahal semua kader da’wah ini sepakat 100%, bahwa kader tarbiyah adalah aset yang paling mahal harganya. Yang tidak bisa digantikan dengan harta benda sebanyak apa pun. Bahkan dengan jabatan! Dan mayoritas mahasiswa yang di-DO massal adalah para kader tarbiyah yang turut menjadi penguat bangunan da’wah ini. Lalu mengapa kita masih saja tidak peduli kepada mereka??

Saatnya meng-evaluasi diri, baik secara pribadi atau pun ‘struktur’. Jangan sampai alasan kesibukan tugas da’wah dan PILKADA menjustifikasi ketidak-PEDULI-an kita kepada kader yang sedang dirundung musibah. Apakah mereka harus mengadu dan mencari bantuan ke ‘tempat’ lain?

Semoga saja tidak hanya mereka, Anak-Anak Langit, yang dengan derita hidupnya cepat merasakan derita dan kesedihan mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal. Tetapi kita, yang belum Allah SWT uji dengan kelaparan, kekurangan harta, ketakutan, dan penganiayaan, moga mampu memelihara rasa empati dan tanggung jawab kepada sesama kader da’wah.

“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah : 155)

Barangkali ini merupakan pengingat dari Allah SWT., lewat SMS Anak-Anak ‘Syurga’ yang polos dan tulus. Agar kita menjadi bangunan da’wah yang benar-benar berhias ke-PEDULI-an.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home