Friday, September 08, 2006

Tujuan KMM Kota Tangerang

Kongres Mahasiswa Muslim Kota Tangerang
ANTARA HARAPAN DAN SEBUAH KEHARUSAN


Jika tidak ada aral melintang, Kongres Mahasiswa Muslim (KMM) Kota Tangerang akan diselenggarakan 10 – 12 November 2006 mendatang. Momen istimewa yang pelaksanaannya bertepatan dengan Hari Pahlawan ini memiliki alasan khusus, yaitu agar semangat juang para pahlawan untuk menegakkan panji-panji Islam melekat kuat di sanubari para aktivis dakwah kampus (ADK) Kota Tangerang. Ada 3 tujuan besar dari pelaksanaan kongres mahasiswa muslim yang akan diadakan 15 hari pasca Idhul Fitri 1427 H ini, yaitu:

1. Mengkonsolidasikan dan Menguatkan Aktivitas Dakwah Kampus

Pertumbuhan kader dakwah kampus di Kota Tangerang masih terbilang rendah. Sangat sulit mengukur statistik pertumbuhan kader dari waktu ke waktu. Euforia dan system yang terbangun dalam dakwah kampus juga masih banyak yang harus ditingkatkan.

Kegiatan syi’ar dakwah kampus terasa kembang-kempis. Belum ada satu pun kampus di Kota Tangerang yang bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan dakwah kampus. Kegiatan yang diadakan di kampus-kampus masih sporadis meski dirangkum dalam program-program dakwah reguler. Belum terbentuk kampus yang bisa dijadikan sentra da’wah ke-Islam-an yang mampu memotori aktivitas dakwah kemahasiswaan. Belum muncul kampus dakwah yang menjadi kebanggaan bagi ADK sebagaimana ITB di Bandung, UI di Jakarta, ataupun UGM di Yogyakarta. Ini mungkin mimpi yang berat, tetapi bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan.

Dalam hal kaderisasi juga dapat dibilang lemah. Cukup mengkhawatirkan kondisinya jika melihat fakta lapangan ketika hampir semua kampus di Kota Tangerang mengalami masalah regenerasi kepengurusan. ADK datang dan pergi, masuk dan lulus, tanpa membekaskan dan meninggalkan struktur dan SDM yang kuat untuk memegang tongkat estafet dakwah kampus berikutnya. Sehingga tidak jarang posisi-posisi strategis dalam organisasi kampus seperti Ketua BEM, Ketua Himpunan Mahasiswa, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) terlucuti satu per satu.

Belum lagi masih terdapat cukup banyak kampus-kampus yang belum terakses oleh dakwah hingga saat ini. Dari sekitar 20-an kampus yang terdaftar di DIKTI baru 7 kampus saja yang telah terakses. Artinya sekitar 60 % kampus di Kota Tangerang memerlukan perhatian khusus untuk mendorong munculnya aktivitas dakwah ke-Islam-an.

2. Membangun Sinergi Kekuatan Berbagai Potensi Dakwah Kampus

Kondisi kampus di Kota Tangerang memang belum sebanyak dan se-bonafide di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, atau minimal Lampung, Kab. Tangerang, atau pun Kab. Serang. Bahkan belum satu pun diantaranya yang berstatus Negeri, semuanya swasta dengan status akreditasi dan popularitas masih kalah jauh dibanding perguruan tinggi di kota besar lainnya. Dampaknya secara umum kader-kader berprestasi lulusan SMU maupun mereka yang pernah aktif dalam kegiatan ke-Islam-an lebih memilih kuliah di Jakarta, Bandung, atau Lampung ketimbang memilih perguruan tinggi di kotanya. Sehingga yang mengisi kampus di Kota Tangerang adalah mayoritas pelajar tanpa background aktivis. Butuh proses panjang untuk membentuk dan membina mereka agar turut menjadi kader dakwah yang membangkitkan dakwah Islam dikampus-kampus pilihan mereka. Kalaupun ada mahasiswa yang berlatar belakang kader, kebanyakan diantara mereka adalah mahasiswa duo-status, mahasiswa dan karyawan. Mereka para pekerja yang waktu sehari-harinya banyak tersedot di perusahaan tempat mereka bekerja. Sehingga untuk manjadi penggerak dakwah kampus mereka banyak menemui kendala waktu dan kesempatan.

Akan tetapi bukan berarti jumlah SDM ADK juga tidak banyak. Ada tiga golongan kader mahasiswa yang terkait dengan tanggung jawab dakwah di Kota Tangerang. Pertama, adalah para ADK yang tinggal dan kuliah di Kota Tangerang. Mereka adalah kekuatan utamanya. Kedua, mahasiswa yang meski tinggal di luar kota, tetapi mereka kuliah di kampus yang berada di Kota Tangerang. Sehingga banyak aktivitas dan waktunya mereka gunakan di daerah yang terkenal dengan daerah seribu industri ini. Ketiga, Banyak ADK yang tetap tinggal di Kota Tangerang meski kuliah di Jakarta, Kab. Tangerang maupun Kab. Serang. Atau mahasiswa yang tetap sering singgah di Kota Tangerang walaupun kuliah di daerah lain yang lebih jauh seperti Lampung, Bandung, bahkan Yogyakarta.

Tiga elemen penting ini harus dibangun interaksinya, dikuatkan visi dakwahnya, dioptimalkan sinerginya dan difasilitasi untuk melakukan berbagai agenda-agenda besar dakwah kampus. Apa lagi jika di break-down lebih jauh, dengan mengkategorikan mahasiswa sesuai jenjang pendidikannya sejak dari D1-D4, Sarjana (S1) dan Pasca Sarjana, maka Kota Tangerang sesungguhnya memiliki kuantitas SDM kader yang tidak sedikit. Bahkan sangat mencukupi untuk melakukan berbagai peran dakwah dan perubahan-perubahan besar baik di kampus maupun luar kampus.

Eksistensi sarana dakwah ekstra kampus yang kondisinya seperti antara ‘ada dan tiada’ menjadi perhatian serius. Keberadaan KAMMI Daerah dan FSLDK belumlah memberikan andil berarti untuk mem-back-up dakwah kampus di Kota Tangerang.

Potensi-potensi tersebut mesti dicerahkan dan ‘dihidupkan’ kembali, dibangun diatas keyakinan dan optimisme, serta harus di-sinergikan untuk menguatkan bangunan dakwah Islam. Atau jika kurang memungkinkan, pembentukan wajihah baru yang mampu mewadahi dan mengeksplorasi potensi ketiga elemen mahasiswa diatas adalah satu keniscayaan. Jika salah satu parpol orde baru bias membidani kelahiran Himpunan Mahasiswa Tangerang (Himata) yang bergerak di dalam dan di luar Kota Tangerang, mengapa ADK tidak?

3. Membangun Eksistensi Kader Da’wah dalam Issu-issu Kedaerahan.

Berkenaan dengan berbagai masalah yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat seperti masalah pendidikan, iptek, moralitas maupun sosial kemasyarakatan, keberadaan kader dakwah mestinya bisa memberi peran positif. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi mahasiswa di Kota Tangerang keberadaanya masih dipandang sebelah mata oleh para pembuat kebijakan di eksekutif. Mahasiswa, terlebih mahasiswa muslim para aktivis dakwah kampus, belum masuk dalam daftar pihak-pihak yang dibutuhkan partisipasinya dalam membangun Kota Tangerang yang bervisi ‘akhlakul karimah’. Padahal mahasiswa memiliki kapasitas untuk peran itu, minimal untuk kontributor ide yang berpihak kepada pembangunan moral dan peningkatan kualitas pendidikan daerah.

Suara lantang mahasiswa sangat dibutuhkan untuk menyikapi berbagai masalah dan penyimpangan yang terjadi dimasyarakat. Jangan sampai ADK menjadi mahasiswa yang sibuk mengurusi diri sendiri saja. Tidak peduli kejadian disekitarnya yang membutuhkan uluran bantuan.

Musibah yang menimpa mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal (Poltek GT) bisa menjadi pelajaran berharga. Dimana mahasiswa Kota Tangerang, dalam hal ini ADK, tidak mampu berbuat apa-apa untuk membantu 140 mahasiswa yang di-DO massal sejak akhir Juni 2006 lalu. Kampus ditutup dan Dosen serta Staff kampusnya dipaksa mengundurkan diri. Tidak ada pernyataan simpati, apalagi aksi solidaritas massif untuk menekan kekuatan-kekuatan arogan yang masih bercokol di institusi pendidikan di Kota Tangerang. Atau bahkan sebaliknya, mungkin masih banyak yang tidak tau sama sekali tentang kejadian ini. Sementara disisi yang lain, di salah satu propinsi di luar Jawa, belum lama ini ratusan mahasiswa melakukan konvoi aksi solidaritas hanya gara-gara salah seorang mahasiswa ditilang polisi.

Faktor yang melatar-belakanginya memang beragam, baik karena faktor internal maupun eksternal. Secara internal, harus diakui bahwa perhatian para aktivis dakwah kampus tentang visi pembangunan daerah masih sangat lemah. Jangankan dalam sektor ekonomi, dalam hal pembangunan yang terkait dengan moralitas dan pendidikan tinggi saja bisa jadi sangat banyak mahasiswa ADK yang belum nge-klik. Mahasiswa cenderung pasif dan pemikirannya lebih terbatas hanya untuk diri sendiri saja, bagaimana caranya dirinya bisa cepat lulus kuliah. Faktor lainnya adalah masalah waktu. Mengenai waktu dan kesempatan yang dimiliki para kader da’wah yang mayoritas juga karyawan cukup sulit berbagi waktu untuk memikirkan agenda-agenda ke-ummat-an, masih menjadi alasan klasik yang terus saja belum terpecahkan. Sedangkan secara eksternal, terlihat bahwa pemerintah daerah, legislative daerah, maupun publik, belum memiliki kepercayaan terhadap mahasiswa Kota Tangerang. Baik dari segi pemikiran, akademik, kualitas, maupun gerakan sosial politiknya.
Ini adalah berbagai kondisi yang mesti ditindaklanjuti dengan cermat untuk perbaikan ke depan. Harus ada solusi. Dan yakinlah selalu ada jalan keluar untuk setiap problematika dakwah. Tinggal pilihannya berada di tangan para kader dakwah itu sendiri. Apakah ingin bersantai dan menonton saja akan situasi dan kondisi yang ada. Atau menjadi barisan kader yang bersedia bekerja keras dan rela berkorban untuk kemenangan dakwah ini?

Friday, September 01, 2006

Empati Anak Langit Untuk Mahasiswa Poltek GT

PELAJARAN BERHARGA UNTUK PARA KADER DA’WAH
Jum'at, 1 September 2006

“ASSALAMU’ALAIKUM-MERDEKA?!
APA YANG BISA KAMI BANTU? WASS.
;ANAK LANGIT; KOMUNITAS MUSIK SERDADOE; INSTITUT KOLONG JEMBATAN
@SUPPORT YOUR MOVEMENT.”

Demikian isi pesan singkat (SMS) yang diterima Rona, Ketua Dewan Mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal yang juga vokalis Tim Nasyid Shoutus Shilmi, 31 Agustus lalu. Jika dilihat isinya, mungkin terasa sangat sederhana, tapi maknanya sungguh LUAR BIASA.

SMS tersebut dilatar belakangi selebaran yang disebar oleh mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal terkait musibah yang menimpa mereka sejak 3 bulan yang lalu, arogansi institusi kampus dan perusahaan Gajah Tunggal yang men-DO massal 140 mahasiswanya secara semena-mena. Selebaran berisi permohonan bantuan masyarakat Kota Tangerang untuk berpartisipasi mengirimkan SMS ke Nomor Pengaduan untuk Presiden SBY, 9949, disebar sejak Selasa 29 Agustus 2006.

Kader di Kota Tangerang tentu tidak asing dengan Komunitas Anak Langit, kita mengenal mereka seperti kita mengenal sahabat dekat. Bahkan kemunculannya pada event-event besar yang diselenggarakan oleh DPD PKS Kota Tangerang selalu mengingatkan kita untuk terus peduli pada sesama. Benar, kita begitu mengenal mereka dan memahami siapa mereka.

Mereka bukan pengurus DPD PKS, DPC PKS, atau pun DPRa. Mereka juga bukan Anggota Dewan yang terhormat, mereka bukan ustadz, mereka juga bukan kalangan professional. Mereka bukan kader mahasiswa, atau pelajar sekalipun. Bahkan mungkin, sebagian besar mereka bukanlah kader-kader yang setiap sepekan sekali mendapatkan ‘suntikan’ ruhiyah dalam pertemuan-pertemuan TRP.

Memang, mereka hanya sekumpulan Anak Jalanan yang tinggal dibilangan belakang pasar Cikokol, dibawah atap yang begitu memprihatinkan. Mereka kepanasan oleh terik matahari siang, menggigil oleh dinginnya malam. Jika hujan turun wajah-wajah tegar dan pekerja keras mereka pun terguyur rintikan air hujan. Yang menjelang tidurnya, mungkin hanya mampu merajut mimpi dan cita-cita. Impian yang tinggal impian, dan cita-cita yang begitu berat untuk meraihnya.

Mereka anak jalanan yang untuk makan sehari-hari saja susah. Harus me-ngamen dari pagi hingga sore, bahkan tidak jarang malam hari mereka baru sampai dirumah. Dan mereka harus rela belajar ‘baca tulis’ disatu ruangan yang juga jadi tempat hidup mereka karena tidak mampu bayar untuk sekolah.

Tentang SMS itu, bisa jadi pulsa yang mereka miliki tidaklah seberapa. Dan HP yang mereka pakai untuk menyampaikan empatinya kepada mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal pun bukan lah HP ‘mewah’ seperti yang dimiliki sebagian besar kader da’wah. Milik mereka cuma HP yang untuk menulis SMS saja cukup sulit mengganti huruf kapital dengan huruf biasa.

Tapi justru dari mereka, satu-satunya pesan empati yang datang ke mahasiswa Poltek GT di antara ribuan HP dengan pulsa melimpah yang dimiliki para kader da’wah di Kota Tangerang. Bahkan mereka tidak peduli, siapa yang ingin mereka bantu. Mereka Cuma kumpulan anak-anak kecil usia SD-SMP, akan tetapi hati mereka terlalu peka untuk sekedar dihalangi label ‘mahasiswa’. Pun mungkin dalam benak mereka juga tak pernah terlintas sama sekali untuk bisa menjadi seorang mahasiswa. Kader mungkin bisa berkilah, kalau mereka juga sudah turut mengirim SMS ke 9949. Tapi apakah kita tidak berfikir Komunitas Anak Langit juga telah melakukan hal yang sama?

Seandainya kita boleh berkata jujur, “Apa sih yang bisa dilakukan Anak Langit untuk membantu rekan-rekan mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal?” Maka jawabannya adalah “Tidak ada yang bisa dilakukan Anak Langit, kecuali do’a”. Karena mereka tidak punya apa-apa, mereka bukan Birokrat, professional dalam bidang hukum, mereka bukan aleg, mereka bukan pengurus PKS yang punya akses luas, mereka bukan orang yang punya kelebihan harta, mereka 'bukan' kader da’wah ini, dan mereka juga bukan bagian dari keluarga mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal. Justru sebaliknya, mereka lah yang seharusnya banyak kita bantu.

Tetapi, sesaat setelah mereka menerima selebaran itu segera yang mereka lakukan adalah menghubungi rekan-rekan mahasiswa Poltek GT dengan menawarkan apa saja yang bisa mereka lakukan untuk membantu, “APA YANG BISA KAMI BANTU?” Sepertinya ini ungkapan pertama (dan paling mengharukan) yang datang ke kader mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal sejak perjalanan aksinya 3 bulan yang lalu melawan tirani dan arogansi Gajah Tunggal Group.

Kondisi sebaliknya malah penulis dapatkan ketika berinteraksi dengan kalangan kader, baik dari level aleg, pengurus struktural DPD, sampai kader di tataran umum, termasuk kalangan kader kampus yang mestinya lebih peka dan cepat tanggap. Ini mungkin tidak bisa digeneralisasi, tetapi realitas dilapangan belum ada bukti yang mampu membantah simpulan penulis. Respon yang paling sering ditemukan hanya sekedar pertanyaan basa-basi, “Gimana perkembangan temen-temen Poltek?”, “Kok bias begitu ya?”, “Kasian ya..”. Tidak lebih dari itu. Tidak ada satu pun dari kalangan kader yang pasang badan dengan mengatakan “Apa yang bias Ana bantu?”

Jangankan untuk menyokong dalam bentuk tenaga dan materi, untuk ikut serta memikirkan jalan keluar saja saling melempar tanggung jawab dengan alasan bukan bidangnya, bukan ahlinya, bukan tanggung jawabnya, atau sekedar dengan alasan sibuk. Sedih memang mendengarnya, tapi itulah kenyataannya. Apakah memang sebagian kader Partai Da’wah yang Bersih dan PEDULI ini sudah miskin ke-PEDULI-an??

Padahal semua kader da’wah ini sepakat 100%, bahwa kader tarbiyah adalah aset yang paling mahal harganya. Yang tidak bisa digantikan dengan harta benda sebanyak apa pun. Bahkan dengan jabatan! Dan mayoritas mahasiswa yang di-DO massal adalah para kader tarbiyah yang turut menjadi penguat bangunan da’wah ini. Lalu mengapa kita masih saja tidak peduli kepada mereka??

Saatnya meng-evaluasi diri, baik secara pribadi atau pun ‘struktur’. Jangan sampai alasan kesibukan tugas da’wah dan PILKADA menjustifikasi ketidak-PEDULI-an kita kepada kader yang sedang dirundung musibah. Apakah mereka harus mengadu dan mencari bantuan ke ‘tempat’ lain?

Semoga saja tidak hanya mereka, Anak-Anak Langit, yang dengan derita hidupnya cepat merasakan derita dan kesedihan mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal. Tetapi kita, yang belum Allah SWT uji dengan kelaparan, kekurangan harta, ketakutan, dan penganiayaan, moga mampu memelihara rasa empati dan tanggung jawab kepada sesama kader da’wah.

“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah : 155)

Barangkali ini merupakan pengingat dari Allah SWT., lewat SMS Anak-Anak ‘Syurga’ yang polos dan tulus. Agar kita menjadi bangunan da’wah yang benar-benar berhias ke-PEDULI-an.